
Ketua DPD GPM, Sartono Halek selaku koordinator aksi dalam orasinya menegaskan," Aksi ini merupakan bagian dari sikap tegas kami kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencabut izin PT Karya Wijaya. Perusahaan tersebut dugaan kuat kami tidak memiliki kelengkapan dokumen rencana reklamasi dan pascatambang sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara" Ungkap Sartono dalam orasinya.
"PT Karya Wijaya diduga melakukan aktivitas pertambangan di pulau kecil yang mana hal ini melanggar ketentuan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), dimana menyebutkan penambangan di pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² merupakan bentuk pelanggaran pertambangan" Ujar sartono.
Sartono Halek menyampaikan," Atas sejumlah fakta dugaan pelanggaran pertambangan yang dilakukan PT Karya Wijaya, Aparat penegak hukum tentu harus mengambil langkah tegas lakukan pengusutan dan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat " Tegas Sartono
Melalui aksi unjuk rasa ini, DPD GPM juga menyoroti aktivitas pertambangan PT Anugra Sukses Mining (ASM) yang beroperasi di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Sartono orasinya menyampaikan," Inspektur tambang segera lakukan inspeksi dan merekomendasikan pencabutan izin perusahaan ASM " Ungkapnya
"PT Anugra Sukses Mining (ASM), berdasarkan hasil investigasi yang kita lakukan, diduga perusahaan ini juga tidak memili kelengkapan dokumen rencana reklamasi, bahkan diduga kuat adanya kerusakan lingkungan dan ekosistem yang secara langsung berdampak serius terhadap kesejahteraan masyarakat nelayan setempat" Ujar Sartono.
Selain itu, PT Nusa Karya Arindo yang beraktivitas di Halmahera Timur dengan luas Konsesi perusahaan 20.763 hektar ini, Gerakan Pemuda Marhaenis menduga oprasi mining tanpa memiliki izin resmi, menyerobot kawasan hutan, dan abai terhadap kewajiban reklamasi.
"Aktivitas perusahaan ini tercatat merambah 250 hektar kawasan hutan, termasuk hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi. Penyerobotan hutan lindung menjadi pelanggaran paling krusial" Ungkap sartono dalam orasi.
DPD GPM menilai praktik PT Nusa Karya Arindo berpotensi melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Sartono meminta, "Kejaksaan Agung RI menelusuri dugaan pelanggaran ini serta mendesak kepada Kementerian ESDM segera lakukan pencabutan izin perusahaan" Tutupnya
Editor Redaksi MakianoPost