Skandal Proyek Jalan Saketa–Dehepodo Gubernur Maluku Utara dan Dinas PUPR Diduga Abai, PT Hijra Nusantara Patut Diusut

Sebarkan:
Gane Barat Utara, MakianoPost – Proyek Infrastruktur bernilai hampir Rp 10 miliar dari APBD Provinsi Maluku Utara Tahun Anggaran 2024, yang seharusnya memperkuat konektivitas antarwilayah, justru berubah menjadi sumber derita warga. Jalan Ruas Saketa–Dehepodo, yang ditangani oleh Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara melalui proyek peningkatan, pemeliharaan berkala, dan rekonstruksi, kini runtuh dan lumpuh total akibat longsor di Gunung Gohan, Desa Moloku, Kecamatan Gane Barat Utara.

Abdul Asis Basrah mengatakan Pada Sabtu, 21 Juni 2025, hujan deras memicu empat titik longsor besar. Dua deker dan satu jembatan di Ake Sugila ambruk, memutus total akses vital bagi lima desa di Gane Barat Utara yang berbatasan dengan Oba Selatan. Distribusi sembako, pendidikan, dan layanan kesehatan kini lumpuh—sementara pemerintah provinsi bungkam. Rabu, (25/6/2025).

Abdul Asis Menambahakan Yang paling mencengangkan, proyek ini baru saja ditangani pada pertengahan 2024. Nama paketnya Penanganan Long Segment Saketa–Dehepodo, dengan nilai pagu Rp 9.565.154.880,- dan pelaksanaan tender 28 Juni – 10 Juli 2024. Proyek ini dimenangkan oleh PT Hijra Nusantara, perusahaan milik Haddiruddin Hi. Saleh, yang dalam rekam jejaknya kerap dikaitkan dengan proyek-proyek besar di Maluku Utara.

Risman Iriyanto Djafar, selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi, juga berada dalam sorotan tajam. Masyarakat mempertanyakan bagaimana proyek senilai hampir Rp 10 miliar bisa gagal total hanya dalam waktu kurang dari satu tahun? Di mana pengawasan teknis, pengendalian mutu, dan pengujian struktur jalan yang seharusnya dilakukan?

Kritik keras kini tertuju pada Gubernur Maluku Utara, Sherly Sarbin. Sebagai pemimpin tertinggi, ia dinilai gagal mengawasi proses perencanaan dan pelaksanaan proyek strategis ini.

Kami bukan sekadar menderita, tapi benar-benar terisolasi. Apa gunanya proyek miliaran itu kalau baru hujan semalam saja sudah hancur total?” ujar Abdul Asis Basrah, warga Desa Samo
Ia menegaskan bahwa longsor di Gunung Gohan bukan kejadian pertama, dan pemerintah sudah berulang kali diberi peringatan oleh warga setempat, namun tetap memilih diam.

Ini bukan semata bencana alam, tetapi bencana tata kelola, dan semua pejabat terkait harus diperiksa dan diadili jika terbukti lalai atau menyalahgunakan kewenangan.

Kondisi ini semakin menguatkan dugaan publik tentang adanya praktik penggelembungan anggaran (markup) dan proyek asal jadi. Warga mempertanyakan, apakah proyek ini hanya formalitas tender untuk menyedot dana APBD? Apakah ada kongkalikong antara oknum pengusaha dan pejabat provinsi ?


Penulis Kaisar Hamid
Editor Redaksi MakianoPost
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini