
Berdasarkan dokumen dan keterangan sejumlah tokoh masyarakat, total anggaran desa dalam Tahun Anggaran 2024–2025 tercatat sebesar Rp1.327.939.543. Ironisnya, hingga pertengahan 2025, tak tampak hasil pembangunan berarti di desa. Sejumlah program prioritas hasil Musyawarah Desa (Musdes) hanya tinggal janji. Infrastruktur mandek, pelayanan publik stagnan, sementara aroma penyimpangan justru makin menyengat.
Kondisi makin mencurigakan saat ditemukan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) Desa Wosi senilai Rp30 juta tidak dialokasikan sebagaimana mestinya. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fisik, pemeliharaan lingkungan, atau mendukung kegiatan produktif masyarakat desa itu justru diduga dikemplang untuk membayar utang pribadi Kepala Desa.
Bahkan, selama empat bulan berturut-turut, gaji perangkat desa seperti kaur keuangan tidak dibayarkan. “Ini bentuk pengkhianatan nyata terhadap desa. Dana publik dikelola seenaknya oleh kepala desa, tanpa laporan, tanpa transparansi,” ungkap salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya, Senin (23/6/2025).
Padahal, menurut Pasal 72 UU Desa No. 6 Tahun 2014, Dana Desa, termasuk Dana Bagi Hasil dari pajak daerah dan retribusi, diperuntukkan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Penyalahgunaan alokasi ini adalah tindakan melawan hukum.
Penyalahgunaan Dana Desa dan DBH bukan hanya persoalan administratif, tetapi kejahatan anggaran yang merampas hak-hak warga. Aparat penegak hukum wajib bertindak cepat sebelum praktik kotor ini menjadi budaya yang membusukkan sistem pemerintahan desa.
Kepala Desa Hayat Yusup juga dituding mengabaikan kewajiban pelaporan kepada publik. Pasal 26 ayat (4) huruf f UU Desa jelas menyebutkan bahwa Kepala Desa wajib memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan secara transparan kepada masyarakat.
Namun yang terjadi di lapangan, laporan keuangan tidak pernah dibuka ke publik, dan warga dibiarkan dalam ketidaktahuan atas anggaran yang seharusnya milik mereka. “Kami hanya dengar uang desa masuk, tapi pembangunan nol besar,” ucap seorang tokoh pemuda.
Warga Desa Wosi dan kelompok aktivis kini mendesak Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri, dan Polres Halmahera Selatan untuk segera turun tangan. Mereka meminta dilakukan audit forensik menyeluruh terhadap pengelolaan anggaran desa, termasuk realisasi Dana Desa dan DBH.
Ini bukan salah kelola biasa. Ini dugaan kuat perampokan kolektif atas dana negara yang seharusnya mengangkat kesejahteraan rakyat,” tegas Warga, Desa Wosi.
Sampai berita ini diturunkan, Kepala Desa Hayat Yusup belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi melalui telepon dan pesan singkat WhatsApp juga tidak direspons.
Penulis Kaisar Hamid
Editor Redaksi MakianoPost