
Dalam sebuah unggahan di Facebook, Taha Mahmud menuliskan status yang menyinggung isu pemekaran wilayah. Dalam status tersebut, ia menulis, “Kao Malifut menjadi kabupaten baru, Loloda masih sihasa deng Loloda Pasifik la, Loloda kudacuki ia nau-nau baru tunju mangarti soe balacang.” Kalimat ini dinilai sebagai bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap martabat masyarakat Loloda.
Menurut Hendra, unggahan tersebut telah memicu reaksi keras dari tokoh masyarakat dan pemuda Loloda. Mereka menilai pernyataan itu bukan hanya provokatif, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal di tengah masyarakat.
“Itu sudah menyangkut etnis, tidak boleh mencaci maki orang, suku, dan agama dengan alasan apa pun. Harus ada proses hukum yang jelas,” tegas Hendra saat dikonfirmasi, Sabtu (24/5/2025).
Pengacara senior itu menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk dan penuh keberagaman. Oleh karena itu, ujaran yang mengandung unsur penghinaan terhadap kelompok etnis harus segera ditindak.
“Kita harus menghormati keberagaman agama, suku, etnis, dan budaya di negara ini. Tidak boleh saling menghina. Kalau sudah masuk ke unsur itu, berarti polisi harus memproses,” pungkasnya
Penulis Jumardin Gaale
Editor Redaksi MakianoPost