
Kasus ini berawal setelah hasil evaluasi menunjukkan bahwa beberapa pendamping desa mendapatkan nilai A yang menandakan kinerja yang baik. Namun, anehnya, meski mendapatkan hasil evaluasi yang memuaskan, mereka justru tidak diluluskan dan kontrak kerja mereka diputus secara sepihak.
Kasim Faisal menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya mencoreng prinsip keadilan, namun juga menimbulkan dugaan kuat adanya unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di baliknya. "Kami menduga, ada motif politik dalam keputusan ini. Beberapa pendamping yang di-PHK memiliki posisi yang berseberangan dengan kepentingan politik tertentu, sementara yang lulus sejalan dengan kepentingan politik yang sedang berkuasa," ungkap Kasim Faisal dengan nada tegas.
Pernyataan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa pemutusan kontrak kerja ini terjadi menjelang pemilihan umum yang semakin dekat, yang membuka peluang adanya penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan politik tertentu. Kasim meminta agar instansi terkait segera melakukan audit independen terkait proses evaluasi dan pemutusan kontrak tersebut.
“Apabila hal ini terus dibiarkan, bukan hanya pendamping desa yang dirugikan, tetapi juga masyarakat yang akan kehilangan pelayanan yang optimal. Pemerintah harus memastikan bahwa semua keputusan yang diambil berdasarkan prinsip transparansi dan keadilan, bukan berdasarkan afiliasi politik," tegasnya.
Pernyataan kontroversial ini tentunya memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, namun yang jelas, M. Kasim Faisal M. Pd. menuntut agar kasus ini segera mendapat perhatian serius dan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang lebih adil dan objektif.
Penulis Adeli La Amu
Editor Redaksi MakianoPost