
Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Selatan, Safiun Raulan, menegaskan bahwa pihaknya sedang memeriksa kembali dokumen kerja sama (MoU) terkait pelaksanaan tes tersebut. Ia juga menyoroti pentingnya kesesuaian tarif tes dengan Peraturan Daerah (Perda). "Dalam MoU disebutkan klausul revisi dalam waktu enam bulan. Jika belum ada revisi, maka kegiatan yang melibatkan Himpunan Psikologi Muda Indonesia (Hipmi) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuha itu dapat dianggap ilegal," ujar Safiun pada Senin (14/1).
Safiun menyebut bahwa tarif tes psikologi dan jasmani yang diberlakukan tidak sesuai dengan ketentuan Perda. "Berdasarkan Perda, biaya tes rohani seharusnya sebesar Rp150 ribu, dan tes jasmani Rp30 ribu. Jika pelaksana, seperti Hipmi, tidak memiliki izin praktik resmi, maka kegiatan tersebut tidak sah secara hukum," tambahnya.
RSUD Diminta Evaluasi MoU
Sementara itu, Direktur RSUD Labuha, dr. Titin, menyatakan bahwa pihaknya akan meninjau ulang MoU terkait pelaksanaan tes tersebut. "Kami akan mengecek kembali dengan pihak terkait, termasuk direktur sebelumnya, dr. Ferdy, yang menyusun MoU. Jika ditemukan pelanggaran terhadap MoU, maka kegiatan ini dianggap tidak sah," ungkap dr. Titin.
Ia juga menambahkan bahwa RSUD akan berkoordinasi dengan Hipmi untuk memastikan kelengkapan izin dan prosedur pelaksanaan test psikotes. "Kami tidak ingin ada pelanggaran yang merugikan peserta maupun institusi," katanya.
Dugaan Pelanggaran Izin
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan masyarakat yang mempertanyakan keabsahan tes psikotes yang dilakukan. Hipmi disebut tidak memiliki izin resmi sebagai penyelenggara test psikologi, sehingga menimbulkan keraguan terhadap validitas hasil tes yang telah diumumkan.
Pemda Halsel menyatakan akan segera menyelesaikan investigasi terkait dugaan pelanggaran ini. "Kami berkomitmen untuk menjaga kredibilitas proses rekrutmen. Jika ada pelanggaran, maka akan ada tindakan tegas," tegas Safiun.
Komitmen Transparansi
Masyarakat diimbau untuk bersabar menunggu hasil penyelidikan resmi. Pemerintah juga memastikan transparansi dalam proses ini demi melindungi hak-hak peserta seleksi. "Kami tidak ingin ada pihak yang dirugikan, baik peserta maupun lembaga pemerintah," pungkas Safiun.
Kasus ini menjadi perhatian luas mengingat besarnya jumlah peserta yang terlibat dan pentingnya menjaga integritas proses rekrutmen PPPK di wilayah Halmahera Selatan.
Penulis Irwan Abubakar
Editor redaksi MakianoPost