Tak Kantongi Izin PBG, Bangunan Lantai II Kafe Hoox di Halmahera Selatan Jadi Sorotan Pemilik Kafe Salahkan PTSP, Pemerintah Ancam Bongkar Bangunan

Sebarkan:
Labuha, makianopost.com – Pembangunan lantai II Kafe Hoox di Desa Labuha, Kecamatan Bacan, Halmahera Selatan, memicu polemik setelah diketahui tidak mengantongi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Bangunan yang telah rampung 100 persen ini dinilai melanggar aturan tata ruang dan berpotensi dibongkar oleh pemerintah setempat.

Pemilik kafe, Onald, mengaku bahwa dirinya sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak awal pembangunan. Ia menuding Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Halmahera Selatan tidak memberikan peringatan atau informasi yang jelas terkait perubahan regulasi.

“Saya sudah punya IMB, jadi saya merasa berhak membangun. Kalau ada perubahan aturan soal PBG, kenapa dari awal mereka tidak memberi tahu? Kenapa baru sekarang dipermasalahkan saat bangunan sudah selesai?” ujar Onald dengan nada kesal saat di konfirmasi Via whatsapp.

Namun, Kepala Dinas DPM-PTSP Halmahera Selatan, Nasir J. Koda, menyatakan bahwa pemilik bangunan telah bertindak sewenang-wenang dengan mengabaikan prosedur yang berlaku. Nasir menegaskan bahwa aturan mengenai PBG sudah disosialisasikan sejak lama dan seharusnya menjadi perhatian pemilik usaha.

“Jangan karena merasa itu milik Anda, Anda bisa membangun seenaknya. Pemilik seharusnya datang ke kantor kami untuk mengurus izin sesuai aturan baru. Ini bukan masalah suka atau tidak suka, tapi soal mematuhi aturan tata ruang,” tegas Nasir. Ia juga memastikan akan meninjau langsung bangunan tersebut dan tidak segan-segan melakukan pembongkaran jika terbukti melanggar.

Menurut informasi dari pihak pemerintah, meskipun Onald memiliki IMB, izin tersebut tidak lagi berlaku untuk pembangunan tambahan lantai II tanpa persetujuan PBG. Selain itu, lokasi bangunan disebut berada di area resapan air yang dilindungi berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setempat.

Seorang pejabat pemerintah yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan, “Kami tidak bisa menerbitkan izin PBG di lokasi itu karena bertentangan dengan RDTR. Jika aturan ini dilanggar, dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga pada pengelolaan tata ruang secara keseluruhan.”

Di sisi lain, masyarakat sekitar menyayangkan lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah yang dianggap tidak responsif sejak awal pembangunan. “Kalau memang salah, kenapa tidak dihentikan sejak awal? Sekarang bangunan sudah berdiri kokoh, siapa yang akan bertanggung jawab?” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Sementara itu, Onald tetap berpegang pada argumennya bahwa pemerintah daerah tidak memberikan arahan yang jelas terkait perizinan. “Saya tidak diberi tahu apa-apa. Kalau memang salah, kenapa mereka tidak datang sejak awal? Ini bukan hanya salah saya,” katanya.

Kasus ini memperlihatkan tarik-ulur tanggung jawab antara pihak pengusaha dan pemerintah, di tengah sorotan publik yang menginginkan kepastian hukum dan perlindungan lingkungan. Masyarakat berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas, baik melalui penegakan aturan maupun pemberian edukasi kepada para pelaku usaha terkait pentingnya mematuhi regulasi yang berlaku.

Penulis Irwan Abubakar
Editor Redaksi Makianopost.com

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini